Dicaci, dimaki dan dibully membuat luka yang membekas di hati. Bahkan kerap kali patahkan semangat Lili (16 tahun), seorang anak yatim yang terlahir cacat (difabel).
Sejak lahir kedua kaki Lili bengkok. Telapak kakinya terlipat membuat jalannya pincang. Sang Ayah yang harusnya ada di samping Lili dan menguatkannya telah pergi meninggal saat Lili masih berusia 7 bulan dalam kandungan.
Hari-hari yang berat harus dijalani Lili ketika ia mulai tumbuh besar dan sekolah. Bukan hanya terlahir tanpa ayah dan ibu yang hanya seorang buruh, tapi juga kelainan fisiknya yang membuat Lili seringkali dibully dan dikucilkan oleh teman-temannya.
“Dikata-katain, dibully sering. Bahkan sampe dibilang ‘Berhenti sekolah aja kamu! Anak cacat kayak kamu mah gak akan sukses, susah cari kerjanya’” cerita Lili sambil menahan tangis.
Hati mana yang tak sakit, semangat mana yang tak patah. Rasa lelah dan menyerah kerap kali membuatnya ingin berhenti sekolah. Namun Lili tetaplah Lili, anak tangguh yang terus berusaha dan pantang menyerah.
Keterbatasan ekonomi dan fisik tak menghalanginya untuk mandiri. Di rumah ia berjualan pulsa/voucher internet dan sering membuat kue untuk ia jual sepulang sekolah.
“Iya kak, di rumah saya jualan voucher data dan suka buat kue buat saya jual. Saya pengen bantu ibu dan nabung biar saya bisa terus sekolah. Saya pengen jadi perawat,” ungkap Lili penuh harapan.
Sahabat, kisah Lili merupakan salah satu dari banyaknya kisah penuh haru yang dialami anak-anak difabel di Indonesia. Maukah kamu membantu buat Lili tersenyum dan wujudkan cita-citanya menjadi perawat?
Kamu bisa bersedekah dengan cara:
Jazakallahu Khairan,
Menanti doa-doa orang baik