“Kalau lagi kambuh, saya cuma bisa tiduran,” ujarnya. “Saya ingin bangkit dan sembuh. Jika tidak, nanti keluargaku makan apa?”
Perutnya membengkak sejak 4 tahun lalu, hanya bisa terbaring lemah di kasur. Namun demi bertahan hidup, dia masih pergi bekerja ke ladang membantu ibu.
Sendi (11) bocah yang putus sekolah ini menderita thalasemia, yang mengharuskannya transfusi darah seumur hidup.
Namun karena keterbatasan biaya dan tidak bisa membayar bpjs, Sendi bertahan tanpa pengobatan di rumah.
Mimisan dan demam adalah cikal bakal penyakit ganas ini menyerang tubuh Sendi. Perutnya sakit, rasanya seperti ditusuk-tusuk jarum. Jika pengobatan tidak dilakukan secepatnya, penyakit ini akan mengancam nyawa Sendi!
Kehidupan Sendi jauh dari kata layak. Ayahnya hanyalah buruh bangunan serabutan yang banyak bekerja di luar kota. Sementara ibu Sendi bekerja sebagai petani dengan upah tak menentu.
Sendi yang tak mau merepotkan ibu, juga membantu ibu menggarap ladang meski dengan kondisi sakit keras.
Mereka berdua dibayar harian dengan upah yang minimal. Sementara butuh biaya hampir 200 juta rupiah untuk sembuh!
Segala upaya telah dilakukan keluarga Sendi agar ia cepat sembuh, seperti menjual barang dan meminjamkan saudara. Namun uang itu belum juga terkumpul. Apakah Sendi harus menabung seumur hidup?
Jauh di lubuk hatinya yang terdalam, Sendi ingin bisa kembali lanjut sekolah agar dia bisa bekerja dan membantu keluarganya dengan maksimal.
Belum ada Fundraiser
Menanti doa-doa orang baik